Tag Archives: Bola
Sosok-sosok yang dapat dipercaya membawa perubahan berarti di tubuh PSSI dan sepakbola Indonesia

Sosok-sosok yang dapat dipercaya membawa perubahan berarti di tubuh PSSI dan sepakbola Indonesia – Sebagai salah satu elemen yang punya hak suara dan kepentingan, kesebelasan-kesebelasan yang berkiprah di Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 sepatutnya tak ragu untuk jadi agen perubahan dengan memilih ketum dan petinggi federasi (seperti Exco) yang berintegritas. Terlebih, jumlah suara total dari mereka yang berjumlah 50, nyaris dua per tiga pemilik suara secara keseluruhan. Artinya, seluruh kesebelasan itu bisa dan berhak menentukan nasib sepakbola Indonesia!
Alih-alih berperan krusial dalam proses perubahan yang ada di tubuh PSSI selama dua dekade terakhir, klub-klub yang mempunyai hak suara tak ubahnya pion bagi mereka yang ingin berkuasa. Jarang sekali atau bahkan tak pernah terdengar bahwa seluruh kesebelasan Indonesia bersatu padu menyuarakan perubahan untuk profesionalitas federasi yang kelak berimbas positif kepada klub-klub itu sendiri dan juga kompetisi, jangan lewatkan nonton bola live streaming.
Layaknya para pecundang, suara-suara sumbang dari mereka baru bermunculan ketika ada hal-hal irasional dan merugikan yang muncul dari kompetisi. Kalau sudah begini, salah siapa? Jangan sampai pula, lahir preseden buruk kalau klub-klub pemilik suara ikut terlibat dan menikmati kepentingan-kepentingan tertentu dalam pusaran gelap PSSI
Mendengar masukan dari para suporter fanatik seraya menyatukan visi buat mencari figur pemimpin serta anggotanya yang bersih dan kredibel bukanlah pekerjaan yang mustahil untuk dilaksanakan. Semua akan kembali kepada komitmen dan niat seluruh klub pemilik suara untuk mengubah sistem yang salah di tubuh PSSI selama ini.
“Harus orang yang betul-betul mau memajukan sepakbola Indonesia. Kuat, punya jiwa kepemimpinan, jaringan luas, dan disegani kawan-kawan”, terang Sumardji, manajer Bhayangkara FC, beberapa saat setelah Edy mengundurkan diri dari jabatannya seperti dilansir detikSport.
Mengacu pada wawancara yang dilakukan Najwa Shihab dengan Dwi Irianto alias Mbah Putih, salah seorang pengurus PSSI yang diciduk Satgas Anti-Mafia dalam kasus pengaturan skor, dan tayang kemarin malam (20/2) di Mata Najwa, ada satu kriteria ketum yang menurutnya bisa membawa perubahan di PSSI, yakni orang yang lurus. Dalam artian, sosok itu adalah figur yang amanah, tak neko-neko dan memang bekerja untuk memajukan sepakbola Indonesia.
Dengan jumlah 50 suara serta jejaring yang luas, bukan hal yang sulit bagi kesebelasan-kesebelasan tersebut untuk menemukan sosok-sosok yang dapat dipercaya membawa perubahan berarti di tubuh PSSI dan sepakbola Indonesia secara keseluruhan. Asal, sekali lagi, mereka berkomitmen untuk menghadirkan perubahan yang nyata.
Tak masalah kalau memang orang-orang itu memiliki latarbelakang yang berbeda jauh karena yang terpenting adalah mereka kapabel untuk memperbaiki sekaligus mengubah wajah PSSI. Jangan sampai keinginan tersebut seterusnya jadi pepesan kosong belaka dan benang kusut sepakbola Indonesia tak kunjung terurai.
Tujuan utama pengaturan (fixing) adalah untuk memperoleh keuntungan maksimal

Tujuan utama pengaturan (fixing) adalah untuk memperoleh keuntungan maksimal – Semakin banyak uang yang mereka pertaruhkan melawan para “pemain” mereka, maka akan semakin besar uang yang akan mereka dapatkan. Ini disebut “mengatur pasar taruhan”.
Jika petaruh (koruptor) memasang uang yang terlalu banyak, bandar akan curiga sehingga odd bisa berubah. Sedangkan jika mereka memasang terlalu kecil, itu akan membuat pengaturan pertandingan jadi tak layak, sehingga uang suap mereka kepada “pemain” menjadi sia-sia di pasar taruhan kunjungi Agen Judi Bola Online Terpercaya.
Bagi koruptor yang tak memiliki cukup uang, mereka akan melibatkan investor, yang membuat koruptor berperan sebagai broker: mereka mengatur pertandingan kepada “pemain”, lalu pergi ke investor yang bisa menyediakan mereka banyak uang.
Maka dari itu petaruh (koruptor) selalu berusaha tak ketahuan, karena poin utama dari match-fixing adalah untuk menipu bandar demi menghasilkan keuntungan untuk koruptor. Di sini bandar justru bisa menjadi “korban”, bukan pelaku.
Hal ini juga yang menjadi alasan match-fixing lebih sulit terjadi di pertandingan penting (seperti Piala Dunia) karena uang yang mengalir akan sangat besar dan juga lebih mencurigakan. Pengaturan pertandingan banyaknya terjadi di liga kecil karena “pemain” bisa dibayar lebih murah (apalagi jika “pemain” sudah lama tak digaji) dan tidak lebih mencurigakan (karena tak banyak yang peduli) meski keuntungannya kecil.
Pelaku Langsung
Secara umum “pemain” match-fixing dilakukan oleh wasit, pemain, dan administrator kesebelasan (manajer, presiden kesebelasan, pelatih, dll). Masih menurut Hill, tingkat kesuksesan pengaturan pertandingan rata-rata menjadi besar jika seseorang menyogok administrator kesebelasan (kesuksesan 90,5%) daripada pemain (83,1%) atau wasit (77,8%).
Kenapa administrator kesebelasan bisa lebih besar kemungkinan suksesnya? Padahal wasit dan pemain adalah mereka yang berada langsung di lapangan, yang bisa memengaruhi hasil/skor secara langsung.
Pada dasarnya semakin banyak orang yang terlibat dalam “permainan”, akan semakin tinggi kemungkinan suksesnya. Jika seseorang bisa memengaruhi administrator kesebelasan, berarti mereka bisa memengaruhi satu kesebelasan secara keseluruhan alih-alih perorangan seperti pemain atau wasit.
Menurut jalur normal, ada yang menyogok atau menyuruh mereka untuk mengatur pertandingan, yaitu “koruptor”.
Untuk membangun jalur seperti di atas, ada azas kepercayaan yang tidak bisa sembarangan terbangun. Maka dari itu jika koruptor meminta pemain atau wasit untuk terlibat, itu biasanya hanya bersifat sementara: done and forgotten.
Namun koruptor yang membangun kepercayaan kepada administrator kesebelasan bisa lebih langgeng, karena mereka akan masuk ke dalam sistem yang tidak dipengaruhi oleh (misalnya) perpindahan pemain atau pergantian wasit.
Tanpa adanya azas kepercayaan ini, koruptor tidak akan memiliki kekuatan dan kepastian.
Pelaku Tidak Langsung
Masalahnya koruptor tidak bisa seenaknya terlibat secara langsung. Mereka butuh akses untuk bisa mengajak wasit, pemain, atau administrator “bermain”. Mereka bisa saja melakukan pendekatan langsung. Masalahnya kebanyakan dari mereka adalah pihak luar.
Jika mereka memutuskan pendekatan secara langsung, mereka harus cerdas dalam pendekatannya, misalnya berusaha satu hotel atau satu koridor dengan calon “pemain”. Pada praktik langsung, mereka bisa memakai pelacur. Sementara secara tidak langsung, mereka bisa berpura-pura sebagai jurnalis yang ingin melakukan interviu.
Untuk pendekatan langsung ini, risikonya lebih besar bagi koruptor. Maka dari itu mereka biasa memakai jasa perantara yang biasa disebut runner atau agen. Hal ini bisa membuat koruptor terlindungi dari deteksi, karena proses transaksinya mengandung banyak layer.
Runner atau agen ini juga bertindak sebagai penjamin atau pemberi garansi (guarantor), tapi ada juga yang tidak bisa bertindak sebagai penjamin. Bisa menjadi penjamin atau tidak, runner tetap memiliki kekuatan utama pada akses. Mereka tahu siapa “pemain” yang bisa didekati dan siapa yang sebaiknya dihindari (berpotensi mengadu kepada pihak berwajib).
Dalam praktik global, peran runner ini ideal diambil oleh mantan pemain. Mantan pemain adalah mereka yang sangat tahu situasi dan kondisi lapangan. Runner jenis ini bisa menghadirkan jaringan “permainan” paling efisien dan menjanjikan.
Meski begitu runner juga kadang bukan orang yang tahu persis kondisi lapangan, sehingga ia membutuhkan “pegangan” lainnya, yang bisa membuat jalur match-fixing lebih berlapis-lapis lagi. Karena runner adalah orang yang tahu siapa yang paling bisa “dipegang”, pihak yang bisa “dipegang” itu biasa disebut project manager.
Project manager adalah pihak yang memiliki pengaruh langsung kepada para “pemain”. Project manager biasa diperankan oleh pemain berpengaruh, pelatih, pemilik kesebelasan, pejabat kesebelasan, atau pejabat federasi.
Dengan jalur-jalur seperti ini, meski panjang dan berlapis-lapis, namun bisa membuat jaringan yang kuat dan sulit terdeteksi. Mereka yang biasanya mudah ditangkap juga biasanya adalah dari layer runner ke bawah (sampai para “pemain”), sementara koruptor dan orang-orang atas lebih sulit tertangkap.