Tujuan utama pengaturan (fixing) adalah untuk memperoleh keuntungan maksimal
Tujuan utama pengaturan (fixing) adalah untuk memperoleh keuntungan maksimal – Semakin banyak uang yang mereka pertaruhkan melawan para “pemain” mereka, maka akan semakin besar uang yang akan mereka dapatkan. Ini disebut “mengatur pasar taruhan”.
Jika petaruh (koruptor) memasang uang yang terlalu banyak, bandar akan curiga sehingga odd bisa berubah. Sedangkan jika mereka memasang terlalu kecil, itu akan membuat pengaturan pertandingan jadi tak layak, sehingga uang suap mereka kepada “pemain” menjadi sia-sia di pasar taruhan kunjungi Agen Judi Bola Online Terpercaya.
Bagi koruptor yang tak memiliki cukup uang, mereka akan melibatkan investor, yang membuat koruptor berperan sebagai broker: mereka mengatur pertandingan kepada “pemain”, lalu pergi ke investor yang bisa menyediakan mereka banyak uang.
Maka dari itu petaruh (koruptor) selalu berusaha tak ketahuan, karena poin utama dari match-fixing adalah untuk menipu bandar demi menghasilkan keuntungan untuk koruptor. Di sini bandar justru bisa menjadi “korban”, bukan pelaku.
Hal ini juga yang menjadi alasan match-fixing lebih sulit terjadi di pertandingan penting (seperti Piala Dunia) karena uang yang mengalir akan sangat besar dan juga lebih mencurigakan. Pengaturan pertandingan banyaknya terjadi di liga kecil karena “pemain” bisa dibayar lebih murah (apalagi jika “pemain” sudah lama tak digaji) dan tidak lebih mencurigakan (karena tak banyak yang peduli) meski keuntungannya kecil.
Pelaku Langsung
Secara umum “pemain” match-fixing dilakukan oleh wasit, pemain, dan administrator kesebelasan (manajer, presiden kesebelasan, pelatih, dll). Masih menurut Hill, tingkat kesuksesan pengaturan pertandingan rata-rata menjadi besar jika seseorang menyogok administrator kesebelasan (kesuksesan 90,5%) daripada pemain (83,1%) atau wasit (77,8%).
Kenapa administrator kesebelasan bisa lebih besar kemungkinan suksesnya? Padahal wasit dan pemain adalah mereka yang berada langsung di lapangan, yang bisa memengaruhi hasil/skor secara langsung.
Pada dasarnya semakin banyak orang yang terlibat dalam “permainan”, akan semakin tinggi kemungkinan suksesnya. Jika seseorang bisa memengaruhi administrator kesebelasan, berarti mereka bisa memengaruhi satu kesebelasan secara keseluruhan alih-alih perorangan seperti pemain atau wasit.
Menurut jalur normal, ada yang menyogok atau menyuruh mereka untuk mengatur pertandingan, yaitu “koruptor”.
Untuk membangun jalur seperti di atas, ada azas kepercayaan yang tidak bisa sembarangan terbangun. Maka dari itu jika koruptor meminta pemain atau wasit untuk terlibat, itu biasanya hanya bersifat sementara: done and forgotten.
Namun koruptor yang membangun kepercayaan kepada administrator kesebelasan bisa lebih langgeng, karena mereka akan masuk ke dalam sistem yang tidak dipengaruhi oleh (misalnya) perpindahan pemain atau pergantian wasit.
Tanpa adanya azas kepercayaan ini, koruptor tidak akan memiliki kekuatan dan kepastian.
Pelaku Tidak Langsung
Masalahnya koruptor tidak bisa seenaknya terlibat secara langsung. Mereka butuh akses untuk bisa mengajak wasit, pemain, atau administrator “bermain”. Mereka bisa saja melakukan pendekatan langsung. Masalahnya kebanyakan dari mereka adalah pihak luar.
Jika mereka memutuskan pendekatan secara langsung, mereka harus cerdas dalam pendekatannya, misalnya berusaha satu hotel atau satu koridor dengan calon “pemain”. Pada praktik langsung, mereka bisa memakai pelacur. Sementara secara tidak langsung, mereka bisa berpura-pura sebagai jurnalis yang ingin melakukan interviu.
Untuk pendekatan langsung ini, risikonya lebih besar bagi koruptor. Maka dari itu mereka biasa memakai jasa perantara yang biasa disebut runner atau agen. Hal ini bisa membuat koruptor terlindungi dari deteksi, karena proses transaksinya mengandung banyak layer.
Runner atau agen ini juga bertindak sebagai penjamin atau pemberi garansi (guarantor), tapi ada juga yang tidak bisa bertindak sebagai penjamin. Bisa menjadi penjamin atau tidak, runner tetap memiliki kekuatan utama pada akses. Mereka tahu siapa “pemain” yang bisa didekati dan siapa yang sebaiknya dihindari (berpotensi mengadu kepada pihak berwajib).
Dalam praktik global, peran runner ini ideal diambil oleh mantan pemain. Mantan pemain adalah mereka yang sangat tahu situasi dan kondisi lapangan. Runner jenis ini bisa menghadirkan jaringan “permainan” paling efisien dan menjanjikan.
Meski begitu runner juga kadang bukan orang yang tahu persis kondisi lapangan, sehingga ia membutuhkan “pegangan” lainnya, yang bisa membuat jalur match-fixing lebih berlapis-lapis lagi. Karena runner adalah orang yang tahu siapa yang paling bisa “dipegang”, pihak yang bisa “dipegang” itu biasa disebut project manager.
Project manager adalah pihak yang memiliki pengaruh langsung kepada para “pemain”. Project manager biasa diperankan oleh pemain berpengaruh, pelatih, pemilik kesebelasan, pejabat kesebelasan, atau pejabat federasi.
Dengan jalur-jalur seperti ini, meski panjang dan berlapis-lapis, namun bisa membuat jaringan yang kuat dan sulit terdeteksi. Mereka yang biasanya mudah ditangkap juga biasanya adalah dari layer runner ke bawah (sampai para “pemain”), sementara koruptor dan orang-orang atas lebih sulit tertangkap.